Gempa bumi merupakan gejala alam yang sulit diprediksi kapan datangnya. Bahkan dengan alat secanggih apapun, ilmuwan dimanapun membantah jika ada Informasi yang mengatakan gempa terjadi pada waktu yang tepat.
Akhirnya, belakangan para ilmuwan di China menggunakan cara lain untuk mengetahui kapan gempa itu akan tiba, yakni mempelajari tingkah laku hewan seperti, burung merak, katak, ular, kura-kura, rusa, dan tupai.
Baru-baru ini, seorang peneliti di Sumatera Barat berhasil membuat terobosan baru dalam mendeteksi gejala awal gempa bumi, yang juga menggunakan prilaku binatang, yakni melalui 'burung kuau' yang hidup di hutan-hutan belantara.
Koordinator Pusat Pengendalian Operasi Bencana Sumbar Ade Edwar mengatakan, meskipun belum ada penelitian tentang hewan yang mampu mendeteksi gempa, namun 'burung Kuau' diyakini memiliki insting, mengetahui kapan gempa terjadi.
Burung yang tergabung dalam jenis Argusianus dikabarkan mampu mendeteksi gempa besar akan terjadi satu hingga dua hari sebelum terjadi gempa.
Sementara seperti yang dilansir dari, Wikipedia setidaknya ada dua jenis unggas ini yang hidup di wilayah nusantara: Kuau Raja (Argusianus argus) dan Kuau Bergaris ganda (Argusianus bipunctatus).
Kuau bergaris ganda sudah dinyatakan IUCN dalam daftar hewan yang telah punah, sedangkan Kuau Raja berstatus hewan yang dilindungi.
Di Sumatera Barat, burung Kuau lebih akrab disebut dengan Ruwai. Spesies ini hanya ditemukan di hutan Sumatera, Kalimantan, dan Malaysia.
Menurut Ade, kemampuan Kuau untuk mendeteksi gempa besar terjadi bisa dilakukan kajian ilmiah tentang itu karena secara teori, selalu terjadi gempa pendahuluan sebelum terjadi gempa besar. "Secara geologi, gempa kecil akan terjadi pada saat sehari atau dua hari sebelum gempa besar terjadi," kata Ade.
Dengan insting yang dimiliki burung Kuau, ia meyakini, hal itu bisa diuji lebih jauh. Menurut sejumlah informasi, burung ini memiliki tubuh yang besar.
Panjang tubuhnya bisa mencapai 120 cm dengan bobot sekita 11,5 kg. Dengan kondisi pisik yang besar tersebut, Kuau sering dijuluki dengan Argus yang besar.
Sejumlah kelompok pencinta alam di Sumbar mengaku pernah melihat burung raksasa tersebut di kedalaman hutan di kawasan Bukit Barisan. Ukuran dan bentuk bulunya tidak jauh berbeda dengan burung Merak.
Saat ini, sesuai dengan SK Menteri No. 421 Tahun 1970, burung Kuau atau Ruwai menjadi hewan yang dilindungi dan keberadaannya terkesan sulit diditeksi. "Bisa saja Kuau memiliki kemampuan untuk menditeksi gempa dengan suara gemuruh yang dimunculkannya, hanya saja spesiesnya saat ini sulit ditemukan," kata Ade.
Dengan bunyi burung ini yang mampu menjangkau hingga kejauhan 1 km, tak ada salahnya jika Kuau difungsikan sebagai early warning system. Bunyi burung ini menyerupai namanya sehingga unggas besar ini dinamai Kuau.
Jika ilmu pengetahuan bisa membuktikan kebenaran tersebut, tentunya keberadaan burung Kuau sangat dibutuhkan di zona merah rawan gempa nusantara.
Sebelum gempa besar terjadi tiga pekan lalu, ia mengaku, tetangganya yang memelihara burung tersebut sempat panik dengan tingkah laku burung Kuau.
"Burung ini gelisah dan menimbulkan suara-suara menandakan ketakutannya," kata Ade. Sayangnya, gempa 7,9 SR juga menewaskan burung yang diyakini mampu mendeteksi gempa, karena tertimpa bangunan rumah pemiliknya yang roboh.
• VIVAnews
Akhirnya, belakangan para ilmuwan di China menggunakan cara lain untuk mengetahui kapan gempa itu akan tiba, yakni mempelajari tingkah laku hewan seperti, burung merak, katak, ular, kura-kura, rusa, dan tupai.
Baru-baru ini, seorang peneliti di Sumatera Barat berhasil membuat terobosan baru dalam mendeteksi gejala awal gempa bumi, yang juga menggunakan prilaku binatang, yakni melalui 'burung kuau' yang hidup di hutan-hutan belantara.
Koordinator Pusat Pengendalian Operasi Bencana Sumbar Ade Edwar mengatakan, meskipun belum ada penelitian tentang hewan yang mampu mendeteksi gempa, namun 'burung Kuau' diyakini memiliki insting, mengetahui kapan gempa terjadi.
Burung yang tergabung dalam jenis Argusianus dikabarkan mampu mendeteksi gempa besar akan terjadi satu hingga dua hari sebelum terjadi gempa.
Sementara seperti yang dilansir dari, Wikipedia setidaknya ada dua jenis unggas ini yang hidup di wilayah nusantara: Kuau Raja (Argusianus argus) dan Kuau Bergaris ganda (Argusianus bipunctatus).
Kuau bergaris ganda sudah dinyatakan IUCN dalam daftar hewan yang telah punah, sedangkan Kuau Raja berstatus hewan yang dilindungi.
Di Sumatera Barat, burung Kuau lebih akrab disebut dengan Ruwai. Spesies ini hanya ditemukan di hutan Sumatera, Kalimantan, dan Malaysia.
Menurut Ade, kemampuan Kuau untuk mendeteksi gempa besar terjadi bisa dilakukan kajian ilmiah tentang itu karena secara teori, selalu terjadi gempa pendahuluan sebelum terjadi gempa besar. "Secara geologi, gempa kecil akan terjadi pada saat sehari atau dua hari sebelum gempa besar terjadi," kata Ade.
Dengan insting yang dimiliki burung Kuau, ia meyakini, hal itu bisa diuji lebih jauh. Menurut sejumlah informasi, burung ini memiliki tubuh yang besar.
Panjang tubuhnya bisa mencapai 120 cm dengan bobot sekita 11,5 kg. Dengan kondisi pisik yang besar tersebut, Kuau sering dijuluki dengan Argus yang besar.
Sejumlah kelompok pencinta alam di Sumbar mengaku pernah melihat burung raksasa tersebut di kedalaman hutan di kawasan Bukit Barisan. Ukuran dan bentuk bulunya tidak jauh berbeda dengan burung Merak.
Saat ini, sesuai dengan SK Menteri No. 421 Tahun 1970, burung Kuau atau Ruwai menjadi hewan yang dilindungi dan keberadaannya terkesan sulit diditeksi. "Bisa saja Kuau memiliki kemampuan untuk menditeksi gempa dengan suara gemuruh yang dimunculkannya, hanya saja spesiesnya saat ini sulit ditemukan," kata Ade.
Dengan bunyi burung ini yang mampu menjangkau hingga kejauhan 1 km, tak ada salahnya jika Kuau difungsikan sebagai early warning system. Bunyi burung ini menyerupai namanya sehingga unggas besar ini dinamai Kuau.
Jika ilmu pengetahuan bisa membuktikan kebenaran tersebut, tentunya keberadaan burung Kuau sangat dibutuhkan di zona merah rawan gempa nusantara.
Sebelum gempa besar terjadi tiga pekan lalu, ia mengaku, tetangganya yang memelihara burung tersebut sempat panik dengan tingkah laku burung Kuau.
"Burung ini gelisah dan menimbulkan suara-suara menandakan ketakutannya," kata Ade. Sayangnya, gempa 7,9 SR juga menewaskan burung yang diyakini mampu mendeteksi gempa, karena tertimpa bangunan rumah pemiliknya yang roboh.
• VIVAnews
Tidak ada komentar:
Posting Komentar