01 Oktober 2009

Inilah Suaka Hiu Pertama di Dunia

Hiu kerap digambarkan sebagai binatang buas yang gemar menyerang dan memakan manusia. Namun, sebenarnya justru merekalah yang terancam oleh manusia. Penangkapan hiu besar-besaran terus meningkat dan tak kurang dari 100 juta hiu dibunuh setiap tahun di seluruh dunia.

Sejumlah aktivis pelestarian lingkungan hidup memang gencar meminta penghentian penangkapan hiu, tapi aksi pembantaian hiu terus berlangsung. Namun, kini Palau, sebuah negara kepulauan kecil di Pasifik, memutuskan mengambil langkah membuat suaka perlindungan hiu pertama di dunia, sebuah hotspot biologis untuk melindungi hiu martil besar, hiu belimbing, hiu sirip putih (Carcharhinus longimanus) dan lebih dari 130 spesies lainnya yang berjuang melawan kepunahan di Samudra Pasifik.

Kebijakan untuk meresmikan suaka hiu itu disampaikan oleh Presiden Palau kepada Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), akhir pekan lalu.
Namun, hanya satu kapal patroli yang tersedia untuk menjaga perairan suaka seluas 621.600 kilometer persegi itu, termasuk zona ekonomi eksklusif (ZEE) yang membentang 320 kilometer dari garis pantainya. Dengan satu kapal, upaya menjaga kawasan konservasi itu bagai menunggu laut kering.

Presiden Palau Johnson Toribiong mengakui pihaknya kesulitan menggelar patroli di perairan yang luasnya hampir sama dengan luas Prancis itu hanya dengan satu kapal. Tetapi dia berharap para nelayan negara lain mau menghormati perairan teritorial Palau.


Toribiong juga menginginkan kebijakannya membuat kawasan konservasi hiu ini menjadi inspirasi bagi negara lain untuk melakukan upaya pelestarian secara global. Suatu negara memang berhak mengatur penangkapan ikan, riset ilmiah, dan pengembangan upaya ekonomi yang berada di dalam wilayah zona ekonomi eksklusifnya. "Palau akan mendeklarasikan perairan teritorialnya dan zona ekonominya sebagai suaka hiu resmi pertama di dunia," kata Toribiong.


Kebijakan itu diambil karena penangkapan hiu secara besar-besaran kian melonjak sejak pertengahan 1980-an akibat meningkatnya permintaan sirip ikan hiu, terutama dari Cina. Di negara tersebut dan sejumlah negara Asia lainnya, sup sirip hiu dianggap sebagai simbol kemakmuran sehingga peminatnya tinggi. "Binatang ini dibantai dan berada di ambang kepunahan jika kita tak segera mengambil langkah positif untuk melindungi mereka," ujarnya


Mengingat panjangnya rentang hidup serta rendahnya tingkat fertilitasnya, hiu amat rentan terhadap penangkapan besar-besaran itu. Organisasi Pertanian dan Pangan (FAO) PBB memperkirakan lebih dari separuh spesies hiu migran yang gemar menjelajah samudra mengalami eksploitasi secara besar-besaran atau nyaris punah.


Toribiong mengatakan pemantauan dari udara yang dilakukan sebuah pesawat Australia yang terbang melintas memperlihatkan lebih dari 70 kapal penangkap ikan beroperasi di perairan Palau. Sebagian besar kapal itu ilegal. "Kami akan melakukan semampu kami, mengerahkan sumber daya yang kami miliki," ujarnya. "Tujuan pembentukan suaka hiu ini adalah meminta perhatian pada dunia agar menghentikan pembantaian hiu untuk tujuan komersial, termasuk memotong siripnya untuk bahan sup sirip hiu dan melemparkan hiu tak bersirip itu kembali ke air."


Dengan potensi alamnya, selama ini Palau adalah tujuan wisata laut. Turis membanjiri negara kepulauan untuk menyelam di perairan tropisnya dan menikmati kehidupan lautnya yang beragam serta keindahan terumbu karangnya. Salah satu negara terkecil dunia, dengan jumlah penduduk 20 ribu jiwa, yang tersebar di kepulauan seluas 490 kilometer persegi, Palau memang dikenal sebagai surga tropis di Pasifik Barat.


Suaka hiu yang baru dibentuk itu akan menjadi tempat perlindungan bagi lebih dari 135 spesies hiu dan pari Pasifik Barat yang statusnya kini diperkirakan terancam dan rentan kepunahan. "Palau telah meningkatkan kepedulian dunia terhadap konservasi hiu," kata Matt Rand, direktur konservasi hiu global, Pew Environment Group, sebuah organisasi advokasi yang berbasis di Washington. "Palau telah menyadari betapa pentingnya hiu bagi lingkungan laut yang sehat. Mereka memutuskan untuk melakukan sesuatu yang tak berani dilakukan negara lain dan menyatakan seluruh zona ekonomi eksklusifnya sebagai suaka hiu.


Sebenarnya bukan hanya Palau yang prihatin terhadap eksploitasi hiu secara besar-besaran. Negara-negara Eropa juga mencoba menghentikan penangkapan hiu di wilayah perairannya.


Februari lalu, Komisi Eropa mengusulkan peraturan konservasi hiu di perairan Eropa untuk pertama kalinya. Sejumlah negara Eropa memang bertanggung jawab atas sepertiga ekspor daging hiu dunia dan steak hiu mulai populer disajikan di restoran, menggeser steak ikan todak yang lebih mahal. Hiu juga dimanfaatkan sebagai bahan lotion dan sepatu sport kulit.

Toribiong mengatakan dia akan menyerukan moratorium global terhadap praktek mengutungi sirip hiu dan membuang hiu hidup yang kehilangan siripnya kembali ke laut. Dia juga meminta agar penggunaan pukat dasar yang merusak di laut lepas segera dihentikan.


Palau adalah satu di antara 20 negara bahari yang dengan sukarela sepakat untuk menghentikan praktek pukat dasar, yang melibatkan perahu nelayan yang menarik jala raksasa di sepanjang lantai samudra. Menurut pakar kehidupan laut, penggunaan pukat semacam ini memang efektif untuk menangkap ikan, tapi jaring yang digunakan pukat dasar itu juga menyapu hampir semua benda yang ada di jalurnya, menghantam koral, dan memicu munculnya awan sedimen yang mengganggu organisme laut.


Adapun PBB telah menyatakan pukat dasar sebagai bahaya bagi sistem ekologi unik yang belum dieksplorasi. Badan dunia itu mengatakan lebih dari separuh pegunungan dasar laut dan ekosistem terumbu karang dunia ditemukan di luar batas perlindungan nasional.



• TEMPOinteraktif

Tidak ada komentar:

Posting Komentar