Transkrip rekaman itu beredar di kalangan terbatas sejak hari Minggu kemarin, 25 Oktober 2009.
Isinya, kuat mengindikasikan adanya rekayasa sistematis untuk mengkriminalisasikan dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Chandra Hamzah dan Bibit Samad Riyanto.
Transkrip itu, tak lain, adalah cuplikan percakapan yang terekam dalam penyadapan yang dilakukan KPK terhadap Anggodo Widjojo, adik Anggoro Widjojo--bos PT Masaro Radiokom yang kini menjadi buronan KPK setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan Sistem Komunikasi Radio Terpadu di Departemen Kehutanan.
Sejumlah nama petinggi Kejaksaan Agung dan Kepolisian RI, termasuk jaksa dan polisi penyidik, disebut-sebut di dalamnya. Salah satunya diduga Wisnu Subroto yang ketika itu menjabat sebagai Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen. Kepada VIVAnews, Wisnu keras membantah.
Pejabat yang lain yang namanya disebut-sebut diduga adalah Kepala Badan Reserse Kriminal Komisaris Jenderal Susno Duadji. Ditanya wartawan Senin, 26 Oktober 2009 di Bogor, ia hanya menggumam, "... Ehmmm."
Dari Mabes Polri juga muncul nama yang diduga adalah Irjen Pol. Hadiatmoko, Wakil Kepala Bareskrim Polri yang kini menjabat sebagai perwira tinggi di Mabes Polri.
Ihwal dugaan sejumlah perwira tinggi kepolisian ini, Kepala Kepolisian RI Jenderal Pol. Bambang Hendarso Danuri berjanji akan mempelajarinya.
Adapun Kepala Humas Kejaksaan Agung Didi Juru Bicara Kejaksaan Agung Didiek Darmanto menantang balik KPK untuk membuka bukti rekaman itu. "Silakan saja kalau mau diungkap," katanya, Selasa 20 Oktober 2009.
Berikut cuplikan transkrip tersebut:
Anggodo ke Wisnu Subroto (22 Juli 2009:12.03)
“… nanti malam saya rencananya ngajak si Edi (Edi Soemarsono, saksi dan teman dekat mantan Ketua KPK Antasari Azhar, red.) sama Ari (Ari Muladi, tersangka kasus pemerasan dan teman Anggodo, red.) ketemu Truno-3 (Mabes Polri kerap disebut sebagai "Trunojoyo").
Wisnu Subroto ke Anggodo (23 juli 2009:12.15)
“Bagaimana perkembangannya?”
“Ya, masih tetap nambahin BAP, ini saya masih di Mabes.”
“Pokoknya berkasnya ini kelihatannya dimasukkan ke tempatnya Rit (nama salah satu pucuk pimpinan Kejaksaan Agung), minggu ini, terus balik ke sini, terus action.”
“RI-1 belum.”
“Udah-udah, aku masih mencocokkan tanggal.”
Anggoro ke Anggodo (24 Juli 2009:12.25)
“Yo pokoke saiki Berita Acara-ne kene dikompliti (ya pokoknya sekarang Berita Acara-nya dilengkapi).”
“Wes gandeng karo Rit (nama salah satu pucuk pimpinan Kejaksaan Agung) kok dek’e (dia sudah nyambung kok dengan R)
“Janji ambek Rit (nama salah satu pucuk pimpinan Kejaksaan Agung), final gelar iku sama kejaksaan lagi, trakhir Senen (Janji sama Rit gelar perkara final dengan kejaksaan lagi, terakhir Senin).”
“… sambil ngenteni surate RI-1 thok nek? (... tinggal menunggu surat dari RI-1?)”
“Lha, kon takok’o Truno, tho (ya kamu tanyakan ke Trunojoyo, dong).”
“Yo mengko bengi, ngko bengi dek’e (ya nanti malam saya tanyakan ke dia).”
Hadiatmoko ke Anggodo (27 Juli 2009, 18.28)
“..dan ini kronologinya saya sudah di Bang Far (nama lelaki) semua,”
“Sebetulnya ada satu saksi lagi si Edi Sumarsono, Pak, yang Antasari itu, Pak. Sama pembuktian lagi waktu Ari kesana, ada pertemuan rapat dengan KPK, Pak.”
“Ada pertemuan di ruang rapat Chandra (Wakil Ketua KPK Chandra Hamzah, red.)”
Anggodo ke Kos (nama laki-laki, red) (28 Juli 2009, 12.42)
“Kos, itu kronologis jangan lu kasih dia loh, Kos.”
“Jangan dikasihkan soalnya Edi sudah berseberangan.”
“Cuman lu harus ngomong sama dia: ’terpaksa lu harus jadi saksi,’ karena Chandra lu yang perintah, kalao nggak, nggak bisa nggandeng.”
Anggodo ke seorang perempuan (28 Juli 2009, 21.41)
“Besok kon tak ente…, ngomong ke Rit (nama salah satu pucuk pimpinan Kejaksaan Agung, red.) (Besok kamu saya tunggu ..., bicara ke R), Edi Sumarsono itu bajingan bener, sebenarnya dia mengingkari semua.”
“Besok penting ngomong. Edi ngingkari, Pak, padahal Antasari bawa Chandra.”
Anggodo ke Prm (penyidik) (29 Juli 2009, 13.09)
“Kelihatannya kronologis saya yang benar.”
“Iya sudah benar kok, saya lihat, di surat lalu lintas. Saya sudah ngecek ke Imigrasi, sudah benar kok.”
Anggodo ke Wisnu Subroto (29 Juli 2009, 13.58)
“Terus gimana, Pak, mengenai Edi gimana, Pak?”
“Edi udah tak omongken Ir (nama salah satu jaksa di Kejaksaan Agung) apa. Ini bukan sono
“Iya, padahal dia saksi kunci Chandra.”
“Maksud saya Pak, dia kenalnya dari Bapak dan Pak Wisnu (nama petinggi Kejaksaan Agung), gak apa-apa kan, Pak.”
“Nggak apa-apa, kalau dari Wisnu nggak apa-apa lah.”
“Kalau kita ngikutin, kan berarti saya ngaku Ir (nama jaksa di Kejaksaan Agung) kan. Cuma kalau dia nutupin dia yang perintah… perintahnya Antasari suruh ngaku ke Chandra itu gak ngaku. Terus siapa yang ngaku?”
“Ya, you sama Ar.”
“Nggak bisa dong Pak, wong nggak ada konteksnya dengan Chandra.”
“Nggak, saya dengar dari Edi.”
“Iya dari Edi, emang perintahnya dia Pak. Lha, Edinya nggak mau ngaku, gitu Pak, dia nggakndak nyuruh ngasihin duit, gimana, Bos?”
“Ya ndak apa-apa”
Anggodo ke Wisnu Subroto (30 Juli 2009, 19.13)
“Pak tadi jadi ketemu?”
“Udah, akhirnya Kos (nama seseorang) yang tahu persis teknis di sana. Suruh dikompromikan di sana, Kosasih juga sudah ketemu Pak Susno, dia juga ketemu Pak Susno lagi si Edi. Yang penting kalo dia tidak mengaku susah kita.”
“Yang saya penting, dia menyatakan waktu itu supaya membayar Chandra atas perintah Antasari.”
“Nah itu.”
“Wong waktu di malam si itu dipeluk anu tak nanya, kok situ bisa ngomong. Si Ari dipeluk karena teriak-teriak, dipeluk sama Chandra itu kejadian.”
“Bohong, nggak ada kejadian, kamuflase saja.”
“Nggak ada memang. Jadi dia cuma dikasih tau disuruh Ari gitu. Dia curiga duite dimakan Ari.”
“Bukan sial Ari-nya Pak, dia cerita pada waktu ke KPK dia yang minta Ari, kalau ditanya saya bilang Edi ada di situ, diwalik (dibalik) sama-sama doa, Ari yang suruh ngomong dia ngomong dia ada. Kalau itu saya gak jadi masalah pak, itu saya suruh…”
“Pokoknya yang kunci-kuncinya itu saya sudah ngomong sama Kosasih, kalo tidak ada lagi…nyampe…ya berarti ya enggak bisa kasus ini gitu.”
“Yang penting buat saya Pak si Ari ini, dia ngurusi AR (pimpinan KPK, red) segala. Ujung-ujungnya dia dapet perintah nyerahkan ke Chandra itu siapa, Pak? Kan nggak nyambung, Pak”
“Bukan Pak, dia memerintahkan nyerahken ke Chandra yang Bapak juga tahu, kan, karena kalo gak ada yang merintah Chandra, Pak, nggak nyambung uang itu, lho."
“Memang keseluruhan tetap keterangan itu, kalau Edi nggak ngaku ya biarin yang penting Ari sama Anggodo kan cerita itu” yang salah, kita-kita ini yang jadi salah.” kenal Chandra, saya “Kan saksinya kurang satu.”
“Saksinya akan sudah dua, Ari sama Anggodo”
Saya bukan saksi, saya kan penyandang dana, kan.”
“Kenapa dana itu dikeluarkan, karena saya disuruh si Edi kan, sama saja kan, hahaha…”
“Suruh dia ngaku lah, Pak, kalao temenan kaya gini ya percuma, Pak, punya temen.”
“Susno dari awal berangkat sama saya ke Singapura. Itu dia sudah tahu Toni itu saya, sudah ngerti, Pak. Yang penting dia nggak usah masalahin. Itu kan urusan penyidik.”
"Yang penting dia ngakuin itu bahwa dia yang merintahkan untuk nyogok Chandra, itu aja.”
“Sekarang begini, dia perintahkan kan udah Ari denger, you denger kan. Sudah selesai…”
“Tapi, kalo dia nggak bantu kita Pak, terjerumus. Dia dibenci sama Susno.”
“Biarin aja, tapi nyatanya dia ngomong dipanggil Susno.”
Anggodo dengan seorang perempuan (6 Agustus 2009, 20.14)
“Iyo tapi ditakono tanda tangani teke sopo, iya toh gak iso jawab. Modele bajingan kabeh, Yang.
Chandra iku yo, wis blesno ae, Yang, ojo ragu-ragu… (Iya, tapi ditanyakan ini tanda tangan siapa, iya toh tidak bisa menjawab. Modelnya bajingan semua, Yang.
Chandra itu dijebloskan saja, Yang, jangan ragu-ragu...).”
Anggodo dengan seorang laki-laki (7 Agustus 2009, 22.34)
“Menurut bosnya Trunojoyo, kalau bisa besok sudah keluar.”
“Dia bilang tidak bagus, karena pemberitaannya hari Minggu, orang sedang libur. Bagusnya Senin pagi, langsung main.”
“Truno (Trunojoyo, red) minta TV dikontak hari ini, supaya besok counter-nya dari Anggoro.”
Anggodo dengan …(8 Agustus 2009, 20.39)
“Nggak usah ngomong sama penyidik. Cuma Abang saja tahu bahwa BAP-nya Ari tuh seperti itu. Jadi dalam posisi dia BAP, masih sesuai apa yang dia anu. Jangan sampai dia berpikir, kita bohong.”
“Siap, Bang.”
“Sama harus dikaitkan ini, seperti sindikat Edi, Ari sama KPK satu sindikat mau memeras kita, ya Bang”
“Iya.”
“Intinya si Ari sudah di BAP seperti kronologis. Kenapa kok kita laporkan Ari itu. Kenapa sudah laporan begini kok dia melarikan diri.
Gitu loh. Dan si Edi itu di BAP itu nggak ngaku. Kita nggak usah ngomong. Pokoknya si Edi nggak tahu kita.
”Bang, nanti maksudnya di BAP kita nantinya, inti bahwa pengakuan itu, Bang.”
“Iya.”
“Sekarang jangan dibuka dulu. Maksudnya status si Ari itu, kita merasa Ari sama Edy dan ini tuh, ini kita diperas KPK sudah kita bayar. Kenapa jadi masalah begini. Gitu loh, Bos.”
“Iya.”
“Menurut pengakuan Ari, dia sudah membayar seluruh dana tersebut kepada orang-orang KPK, nggak tahu siapa.”
“Betul.”
Al (nama seorang laki-laki) dengan Anggodo (10 Agustus 2009,17.33)
“Secara keseluruhan apik (bagus). Anggoro nggak lari.”
“Kenceng dia ngomonge (gamblang dia bicaranya).”
“Kenceng. Tak rekam banter mau? (Gamblang. Saya rekam keras-keras mau?)”
“Yo wes (ya sudah). Terus poin-poinnya tersasar, kan?”
“Sudah.”
“Tidak lari. Ciamik dee njelasno (bagus sekali dia menjelaskannya).”
“Ini ada suatu rekayasa, nampak dari pemanggilan jadi saksi terus tersangka. Tenggat waktu 9 bulan. Sudah kondusif. Moro-moro (tiba-tiba) karena ada testimoni, muncul pemanggilan sebagai tersangka. Secara keseluruhan oke.”
“Mengenai cekal, salah sasaran”
“Ya dalam kasus Yusuf Faisal, kok dicekal Anggoro. Itu bagaimana. Penyitaan dan penggeledahan juga salah sasaran. Dalam kasus Yusuf Faisal, kok yang digeledah Masaro. Pokoknya intinya sudah masuk semua.”
Alex dengan Anggodo dan Rob (nama laki-laki 3) (10 Agustus 2009:18.07)
“Iya memang di cuplikan. Nggak banyak, tapi intinya kita berkelit, kalau ini bukan penyuapan. Karena di awal itu, beritanya dari Antasari dulu, testimoni itu. Jadi dia cuplik dari Antasari, terus baru disambung ke kita, jadi dijelaskan sama Bon (nama pengacara Anggoro), kalo itu bukan penyuapan.
Dan permasalahannya, kedatangan Antasari menemui Anggoro itu juga membawa konsekwensi Antasari bisa dipermasalahkan”
“Ngomong gimana? Pengacara dari Anggoro press release hari ini.”
• VIVAnews
Isinya, kuat mengindikasikan adanya rekayasa sistematis untuk mengkriminalisasikan dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Chandra Hamzah dan Bibit Samad Riyanto.
Transkrip itu, tak lain, adalah cuplikan percakapan yang terekam dalam penyadapan yang dilakukan KPK terhadap Anggodo Widjojo, adik Anggoro Widjojo--bos PT Masaro Radiokom yang kini menjadi buronan KPK setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan Sistem Komunikasi Radio Terpadu di Departemen Kehutanan.
Sejumlah nama petinggi Kejaksaan Agung dan Kepolisian RI, termasuk jaksa dan polisi penyidik, disebut-sebut di dalamnya. Salah satunya diduga Wisnu Subroto yang ketika itu menjabat sebagai Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen. Kepada VIVAnews, Wisnu keras membantah.
Pejabat yang lain yang namanya disebut-sebut diduga adalah Kepala Badan Reserse Kriminal Komisaris Jenderal Susno Duadji. Ditanya wartawan Senin, 26 Oktober 2009 di Bogor, ia hanya menggumam, "... Ehmmm."
Dari Mabes Polri juga muncul nama yang diduga adalah Irjen Pol. Hadiatmoko, Wakil Kepala Bareskrim Polri yang kini menjabat sebagai perwira tinggi di Mabes Polri.
Ihwal dugaan sejumlah perwira tinggi kepolisian ini, Kepala Kepolisian RI Jenderal Pol. Bambang Hendarso Danuri berjanji akan mempelajarinya.
Adapun Kepala Humas Kejaksaan Agung Didi Juru Bicara Kejaksaan Agung Didiek Darmanto menantang balik KPK untuk membuka bukti rekaman itu. "Silakan saja kalau mau diungkap," katanya, Selasa 20 Oktober 2009.
Berikut cuplikan transkrip tersebut:
Anggodo ke Wisnu Subroto (22 Juli 2009:12.03)
“… nanti malam saya rencananya ngajak si Edi (Edi Soemarsono, saksi dan teman dekat mantan Ketua KPK Antasari Azhar, red.) sama Ari (Ari Muladi, tersangka kasus pemerasan dan teman Anggodo, red.) ketemu Truno-3 (Mabes Polri kerap disebut sebagai "Trunojoyo").
Wisnu Subroto ke Anggodo (23 juli 2009:12.15)
“Bagaimana perkembangannya?”
“Ya, masih tetap nambahin BAP, ini saya masih di Mabes.”
“Pokoknya berkasnya ini kelihatannya dimasukkan ke tempatnya Rit (nama salah satu pucuk pimpinan Kejaksaan Agung), minggu ini, terus balik ke sini, terus action.”
“RI-1 belum.”
“Udah-udah, aku masih mencocokkan tanggal.”
Anggoro ke Anggodo (24 Juli 2009:12.25)
“Yo pokoke saiki Berita Acara-ne kene dikompliti (ya pokoknya sekarang Berita Acara-nya dilengkapi).”
“Wes gandeng karo Rit (nama salah satu pucuk pimpinan Kejaksaan Agung) kok dek’e (dia sudah nyambung kok dengan R)
“Janji ambek Rit (nama salah satu pucuk pimpinan Kejaksaan Agung), final gelar iku sama kejaksaan lagi, trakhir Senen (Janji sama Rit gelar perkara final dengan kejaksaan lagi, terakhir Senin).”
“… sambil ngenteni surate RI-1 thok nek? (... tinggal menunggu surat dari RI-1?)”
“Lha, kon takok’o Truno, tho (ya kamu tanyakan ke Trunojoyo, dong).”
“Yo mengko bengi, ngko bengi dek’e (ya nanti malam saya tanyakan ke dia).”
Hadiatmoko ke Anggodo (27 Juli 2009, 18.28)
“..dan ini kronologinya saya sudah di Bang Far (nama lelaki) semua,”
“Sebetulnya ada satu saksi lagi si Edi Sumarsono, Pak, yang Antasari itu, Pak. Sama pembuktian lagi waktu Ari kesana, ada pertemuan rapat dengan KPK, Pak.”
“Ada pertemuan di ruang rapat Chandra (Wakil Ketua KPK Chandra Hamzah, red.)”
Anggodo ke Kos (nama laki-laki, red) (28 Juli 2009, 12.42)
“Kos, itu kronologis jangan lu kasih dia loh, Kos.”
“Jangan dikasihkan soalnya Edi sudah berseberangan.”
“Cuman lu harus ngomong sama dia: ’terpaksa lu harus jadi saksi,’ karena Chandra lu yang perintah, kalao nggak, nggak bisa nggandeng.”
Anggodo ke seorang perempuan (28 Juli 2009, 21.41)
“Besok kon tak ente…, ngomong ke Rit (nama salah satu pucuk pimpinan Kejaksaan Agung, red.) (Besok kamu saya tunggu ..., bicara ke R), Edi Sumarsono itu bajingan bener, sebenarnya dia mengingkari semua.”
“Besok penting ngomong. Edi ngingkari, Pak, padahal Antasari bawa Chandra.”
Anggodo ke Prm (penyidik) (29 Juli 2009, 13.09)
“Kelihatannya kronologis saya yang benar.”
“Iya sudah benar kok, saya lihat, di surat lalu lintas. Saya sudah ngecek ke Imigrasi, sudah benar kok.”
Anggodo ke Wisnu Subroto (29 Juli 2009, 13.58)
“Terus gimana, Pak, mengenai Edi gimana, Pak?”
“Edi udah tak omongken Ir (nama salah satu jaksa di Kejaksaan Agung) apa. Ini bukan sono
“Iya, padahal dia saksi kunci Chandra.”
“Maksud saya Pak, dia kenalnya dari Bapak dan Pak Wisnu (nama petinggi Kejaksaan Agung), gak apa-apa kan, Pak.”
“Nggak apa-apa, kalau dari Wisnu nggak apa-apa lah.”
“Kalau kita ngikutin, kan berarti saya ngaku Ir (nama jaksa di Kejaksaan Agung) kan. Cuma kalau dia nutupin dia yang perintah… perintahnya Antasari suruh ngaku ke Chandra itu gak ngaku. Terus siapa yang ngaku?”
“Ya, you sama Ar.”
“Nggak bisa dong Pak, wong nggak ada konteksnya dengan Chandra.”
“Nggak, saya dengar dari Edi.”
“Iya dari Edi, emang perintahnya dia Pak. Lha, Edinya nggak mau ngaku, gitu Pak, dia nggakndak nyuruh ngasihin duit, gimana, Bos?”
“Ya ndak apa-apa”
Anggodo ke Wisnu Subroto (30 Juli 2009, 19.13)
“Pak tadi jadi ketemu?”
“Udah, akhirnya Kos (nama seseorang) yang tahu persis teknis di sana. Suruh dikompromikan di sana, Kosasih juga sudah ketemu Pak Susno, dia juga ketemu Pak Susno lagi si Edi. Yang penting kalo dia tidak mengaku susah kita.”
“Yang saya penting, dia menyatakan waktu itu supaya membayar Chandra atas perintah Antasari.”
“Nah itu.”
“Wong waktu di malam si itu dipeluk anu tak nanya, kok situ bisa ngomong. Si Ari dipeluk karena teriak-teriak, dipeluk sama Chandra itu kejadian.”
“Bohong, nggak ada kejadian, kamuflase saja.”
“Nggak ada memang. Jadi dia cuma dikasih tau disuruh Ari gitu. Dia curiga duite dimakan Ari.”
“Bukan sial Ari-nya Pak, dia cerita pada waktu ke KPK dia yang minta Ari, kalau ditanya saya bilang Edi ada di situ, diwalik (dibalik) sama-sama doa, Ari yang suruh ngomong dia ngomong dia ada. Kalau itu saya gak jadi masalah pak, itu saya suruh…”
“Pokoknya yang kunci-kuncinya itu saya sudah ngomong sama Kosasih, kalo tidak ada lagi…nyampe…ya berarti ya enggak bisa kasus ini gitu.”
“Yang penting buat saya Pak si Ari ini, dia ngurusi AR (pimpinan KPK, red) segala. Ujung-ujungnya dia dapet perintah nyerahkan ke Chandra itu siapa, Pak? Kan nggak nyambung, Pak”
“Bukan Pak, dia memerintahkan nyerahken ke Chandra yang Bapak juga tahu, kan, karena kalo gak ada yang merintah Chandra, Pak, nggak nyambung uang itu, lho."
“Memang keseluruhan tetap keterangan itu, kalau Edi nggak ngaku ya biarin yang penting Ari sama Anggodo kan cerita itu” yang salah, kita-kita ini yang jadi salah.” kenal Chandra, saya “Kan saksinya kurang satu.”
“Saksinya akan sudah dua, Ari sama Anggodo”
Saya bukan saksi, saya kan penyandang dana, kan.”
“Kenapa dana itu dikeluarkan, karena saya disuruh si Edi kan, sama saja kan, hahaha…”
“Suruh dia ngaku lah, Pak, kalao temenan kaya gini ya percuma, Pak, punya temen.”
“Susno dari awal berangkat sama saya ke Singapura. Itu dia sudah tahu Toni itu saya, sudah ngerti, Pak. Yang penting dia nggak usah masalahin. Itu kan urusan penyidik.”
"Yang penting dia ngakuin itu bahwa dia yang merintahkan untuk nyogok Chandra, itu aja.”
“Sekarang begini, dia perintahkan kan udah Ari denger, you denger kan. Sudah selesai…”
“Tapi, kalo dia nggak bantu kita Pak, terjerumus. Dia dibenci sama Susno.”
“Biarin aja, tapi nyatanya dia ngomong dipanggil Susno.”
Anggodo dengan seorang perempuan (6 Agustus 2009, 20.14)
“Iyo tapi ditakono tanda tangani teke sopo, iya toh gak iso jawab. Modele bajingan kabeh, Yang.
Chandra iku yo, wis blesno ae, Yang, ojo ragu-ragu… (Iya, tapi ditanyakan ini tanda tangan siapa, iya toh tidak bisa menjawab. Modelnya bajingan semua, Yang.
Chandra itu dijebloskan saja, Yang, jangan ragu-ragu...).”
Anggodo dengan seorang laki-laki (7 Agustus 2009, 22.34)
“Menurut bosnya Trunojoyo, kalau bisa besok sudah keluar.”
“Dia bilang tidak bagus, karena pemberitaannya hari Minggu, orang sedang libur. Bagusnya Senin pagi, langsung main.”
“Truno (Trunojoyo, red) minta TV dikontak hari ini, supaya besok counter-nya dari Anggoro.”
Anggodo dengan …(8 Agustus 2009, 20.39)
“Nggak usah ngomong sama penyidik. Cuma Abang saja tahu bahwa BAP-nya Ari tuh seperti itu. Jadi dalam posisi dia BAP, masih sesuai apa yang dia anu. Jangan sampai dia berpikir, kita bohong.”
“Siap, Bang.”
“Sama harus dikaitkan ini, seperti sindikat Edi, Ari sama KPK satu sindikat mau memeras kita, ya Bang”
“Iya.”
“Intinya si Ari sudah di BAP seperti kronologis. Kenapa kok kita laporkan Ari itu. Kenapa sudah laporan begini kok dia melarikan diri.
Gitu loh. Dan si Edi itu di BAP itu nggak ngaku. Kita nggak usah ngomong. Pokoknya si Edi nggak tahu kita.
”Bang, nanti maksudnya di BAP kita nantinya, inti bahwa pengakuan itu, Bang.”
“Iya.”
“Sekarang jangan dibuka dulu. Maksudnya status si Ari itu, kita merasa Ari sama Edy dan ini tuh, ini kita diperas KPK sudah kita bayar. Kenapa jadi masalah begini. Gitu loh, Bos.”
“Iya.”
“Menurut pengakuan Ari, dia sudah membayar seluruh dana tersebut kepada orang-orang KPK, nggak tahu siapa.”
“Betul.”
Al (nama seorang laki-laki) dengan Anggodo (10 Agustus 2009,17.33)
“Secara keseluruhan apik (bagus). Anggoro nggak lari.”
“Kenceng dia ngomonge (gamblang dia bicaranya).”
“Kenceng. Tak rekam banter mau? (Gamblang. Saya rekam keras-keras mau?)”
“Yo wes (ya sudah). Terus poin-poinnya tersasar, kan?”
“Sudah.”
“Tidak lari. Ciamik dee njelasno (bagus sekali dia menjelaskannya).”
“Ini ada suatu rekayasa, nampak dari pemanggilan jadi saksi terus tersangka. Tenggat waktu 9 bulan. Sudah kondusif. Moro-moro (tiba-tiba) karena ada testimoni, muncul pemanggilan sebagai tersangka. Secara keseluruhan oke.”
“Mengenai cekal, salah sasaran”
“Ya dalam kasus Yusuf Faisal, kok dicekal Anggoro. Itu bagaimana. Penyitaan dan penggeledahan juga salah sasaran. Dalam kasus Yusuf Faisal, kok yang digeledah Masaro. Pokoknya intinya sudah masuk semua.”
Alex dengan Anggodo dan Rob (nama laki-laki 3) (10 Agustus 2009:18.07)
“Iya memang di cuplikan. Nggak banyak, tapi intinya kita berkelit, kalau ini bukan penyuapan. Karena di awal itu, beritanya dari Antasari dulu, testimoni itu. Jadi dia cuplik dari Antasari, terus baru disambung ke kita, jadi dijelaskan sama Bon (nama pengacara Anggoro), kalo itu bukan penyuapan.
Dan permasalahannya, kedatangan Antasari menemui Anggoro itu juga membawa konsekwensi Antasari bisa dipermasalahkan”
“Ngomong gimana? Pengacara dari Anggoro press release hari ini.”
• VIVAnews
Tidak ada komentar:
Posting Komentar