25 Oktober 2009

TPI Pailit, Musik Dangdut Terganggu, Tanya Kenapa ?

Ketua Serikat Pekerja Televisi Pendidikan Indonesia, Edy Suprapto, menyatakan aksi menolak pailit ini bukan hanya demi kepentingan para pekerja.

Aksi menolak pailit TPI yang digelar Senin 26 Oktober 2009 besok juga perjuangan agar musik dangdut sebagai tuan rumah di Indonesia.


"Kalau Anda kehilangan pekerjaan, mengapa masih bertanya mengapa kami menolak pailit?" ujar Edy, Minggu 25 Oktober 2009. "Problemnya mendasar, orang berhak mendapat upah karena bekerja," ujarnya.


Edy menyatakan, jumlah karyawan TPI yang terancam kehilangan pekerjaan adalah 1.083 orang. Namun, ujar Edy, angka riil yang terancam kehidupannya melebihi 3.000 orang. "Mereka istri atau suami beserta anak-anak para pekerja," ujar Edy.


Selain nasib pekerja, faktor kedua yang harus diperhatikan Mahkamah Agung dalam memutus kasasi pailit TPI adalah hak publik untuk mendapatkan informasi. Edy menyatakan, TPI memiliki market share 10 persen dari 40 juta pemirsa televisi. "Angka empat juta pemirsa itu harus jadi pertimbangan hakim," kata Edy.


Faktor ketiga adalah, TPI merupakan stasiun televisi yang menayangkan paling banyak musik dangdut. Edy mengklaim, 50 persen tayangan dangdut disiarkan oleh TPI. "Sejelek-jeleknya TPI, stasiun ini membangun entitas budaya. Saya katakan budaya, karena dangdut itu mendapat tempat 50 persen di TPI," ujarnya. Makanya, "Persatuan artius-artis Melayu juga menolak kepailitan ini. Musik dangdut bisa berhenti."


Karena itu, besok Edy bersama kawan-kawannya akan berdemonstrasi ke Mahkamah Agung. Mereka meminta hakim jangan hanya mempertimbangkan perkara utang-piutang dalam memutus pailit. "Putusan pailit Pengadilan Niaga sebelumnya tidak didasarkan pada kinerja," kata Edy. "Bahkan TPI tetap untung," ujarnya. Jangan sampai, karena putusan pailit, sebuah unit usaha yang bagus dan mempekerjakan banyak orang jadi kolaps karena utang-piutang.


Sengkarut pailit TPI bermula dari gugatan Crown Capital Global Limited yang mengklaim memegang obligasi TPI senilai US$ 53 juta. Obligasi itu diterbitkan pada 24 Desember 1996 dan jatuh tempo pada 24 Desember 2006. Tapi hingga tanggal jatuh tempo, TPI tak kunjung melunasi utang tersebut sehingga Crown pun mengajukan gugatan pailit.


Meskipun dalam pada neraca keuangan TPI pada 2007 dan 2008 utang obligasi itu tak tercantum lagi, namun majelis hakim Pengadilan Niaga berpendapat sepanjang persidangan tidak ada pihak yang membuktikan pelunasan tagihan pada 2007 dan 2008. Majelis hakim menilai permohonan pailit Crown Capital memenuhi syarat pembuktian sederhana sebagaimana ditentukan Pasal 8 ayat (4) UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Majelis berpendapat utang tersebut terbukti belum dilunasi hingga kini.


Kini, TPI yang memiliki market share 10% dari 40 juta pemirsa di Tanah Air 75% sahamnya dimiliki PT MNC. Perusahaan ini menguasai saham TPI melalui PT Berkah Karya Bersama. MNC adalah anak usaha PT Global Mediacom Tbk yang dulu bernama PT Bimantara Citra dan dikendalikan Bambang Hary Iswanto Tanoesoedibjo (Hary Tanoe).


Sebelumnya juragan TPI adalah Siti Hardiyanti Rukmana (Tutut). Nah, manajemen TPI saat ini menyatakan obligasi tadi hanya akal-akalan untuk menutupi dugaan penggelapan uang TPI yang dilakukan oleh pemilik lama, Siti Hardiyanti Rukmana. Dan TPI melakukan kasasi ke Mahkamah Agung menolak pailit.



• VIVAnews

1 komentar:

  1. I'm appreciate your writing skill.Please keep on working hard.^^

    BalasHapus